MENGAPA KITA MASIH MEMBOHONGI ALLAH


HANYA SEBAGAI BAHAN PERENUNGAN KITA ^_^



Allah koq di bohongi.. siapa yang berani ?



bila kita menjawab dengan hati nurani kita, tentu saja enggak ada yang berani.

Selain enggak ada yang berani tentu saja enggak ada yang bisa dan enggak mungkin untuk membohongiNya karena Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui.



Kaya gitu aja ditulis……., semua orang juga tahu…

hehehe… maaf yaa.. udah terlanjur ketulis , masa dihapus lagi …



Memang.., kalau kita menggunakan logika hati nurani kita , kita tidak akan pernah membohongi Allah dan tidak akan berani berbohong kepada Allah. Apalagi kita termasuk hamba Allah yang bertaqwa yang selalu mengerjakan perintahNya dan selalu menjauhi laranganNya (kalau enggak sedang lupa)



Tiap hari kita ngaji (belajar , ta’lim), membaca Alqur’an tidak pernah ketinggalan.. , puasa sunah rajin… sholat wajib enggak pernah ketinggalan,…sholat sunah pun jarang ketinggalan. Membayar zakat, infaq dan sodaqoh tidak pernah lupa .. bagaimana mungkin kita membohongi Allah?



Sebagai orang yang bertaqwa, segala macam ibadah memang sudah masuk dalam urat nadi kita. Nggak ada istilah males apalagi terpaksa, semua sudah berjalan mengalir bagai aliran air di sungai….



Oleh karena itu judul tulisan saya “Mengapa kita masih membohongi Allah” jangan diambil hati.



Yaa diambil hati dong… kan hati saya tersinggung… makanya kalau nulis hati-hati..



Koq sampai ke hati – hati segala sih….tadi kan kita bicara tentang membohongi Allah ?

Kenapa sampai ke masalah hati ?



Yaa elu sih… asal nulis aja .



OK deh karena udah terlanjur bikin judul tentang “membohongi Allah” , maka saya akan mencoba meneruskannya…. (jangan marah yaa…. )



Sekarang ! mari kita tanyakan pada hati kita “apakah kita tidak pernah membohongi Allah ?”

Hati kita pasti akan memberi jawaban dengan jujur ….

Dan jawaban itu akan menjadi rahasia pribadi kita masing-masing…

Banyak dari kita yang menjawab dengan tegas tidak pernah berbohong kepada Allah.

Sebagian dari kita mungkin akan menyangkal bahwa kita pernah membohongi Allah, sebagian lagi mungkin ragu-ragu dan mungkin juga ada yang mengakui dengan terus-terang bahwa kita pernah dan bahkan ada yang sering membohongi Allah ….



Lho koq….. (jangan ngada-ada luuh …!)



Kalau kita mau jujur sejujur hati kita, mungkin kita akan mengakui bahwa kita sering membohongiNya, bahkan sampai lima kali sehari…

?????….???



Iya betul… lima kali dalam sehari semalam dan anehnya hal itu terjadi pada waktu kita sedang beribadah yaitu pada waktu sholat.

Setiap kita sholat kita selalu membaca do’a iftitah. Do’a yang pertama kali kita baca didalam shalat sekaligus do’a yang berisi tentang pengakuan kita sebagai hamba Allah.



Bacaan kita pertama kali adalah Allahu Akbar kabiiroo …………..

Dengan mengucapkan kalimat ini berarti kita mengagungkan Allah. Allah Maha Besar tidak ada sesuatupun yang melebihi kebesaran Allah.

Kita perlu bertanya kembali pada hati kita “benarkah kita sudah me-Maha Besarkan Allah?”

Apakah kita sudah mengucapkan takbir tersebut dengan setulus hati atau…. hanya sebatas ucapan dimulut saja.? Mulut kita bertakbir tetapi hati dan pikiran kita sibuk mengerjakan tugas kita yang belum selesai. Mulut bertakbir tetapi hati dan pikiran kita terbang melayang berbelanja ke mall. Mulut bertakbir tetapi hati dan pikiran kita sedang nonton TV atau ngobrol dengan teman kita. Atau lebih parah dari itu, mulut kita bertakbir tetapi hati dan pikiran kita sedang berzina dengan para artis dan selebritis. Na’udzu billah.

”Apakah ini namanya bukan membohongi Allah?” atau malah bisa dikatakan mengejek Allah atau mempermainkan Allah.



tapi kan …..?????



Itu baru kebohongan kita saat kita mengucap takbir saja.

Belum lagi kalau dilihat dari keseharian kita…… Kita berikrar bahwa Allah Maha Besar tetapi kita masih mengagung-agungkan pangkat, jabatan dan kedudukan, masih membangga-banggakan status sosial, kepandaian, kekayaan, masih suka meremehkan orang lain apalagi yang statusnya dibawah kita. Padahal mereka semua adalah sama-sama ciptaan Allah…. Yang tidak menutup kemungkinan bahwa mereka lebih mulia daripada kita disisiNya.

Belum cukupkah bukti bahwa kita ini seorang pembohong?

Hanya hati kita yang bisa menjawabnya….



Selanjutnya kita mengucapkan : Walhamdulillahi katsiroo

Dan segala puji (dengan pujian yang sangat banyak ) bagi Allah …

Dengan ucapan pujian ini, kita seakan mengungkapkan rasa terimakasih kita kepada Sang Khaliq dengan pujian yang tiada habis-habisnya atas segala ni’mat yang telah dilimpahkan kepada kita.

Tapi benarkah kita telah benar-benar mensyukuri segala ni’matNya ?

atau lagi-lagi hanya sebagai ucapan kosong tiada arti … ?



Setelah memuji Allah kita me-MahasucikanNya dengan ucapan: Wasub haanalloohi bukrotawwa ashiila….

Kita mengatakan bahwa kita me-Mahasucikan Allah diwaktu pagi dan petang, tetapi kenyataannya ….. setiap pagi dan petang kita asyik nonton TV melihat berita-berita yang enggak jelas benar salahnya atau melihat berita gunjingan dan ghibah dari para artis dan selebritis ….



Selanjutnya kita juga mengikrarkan bahwa : Inna sholaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillahi robbil ’aalamin

Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Suatu ikrar yang bisa membuat merinding sekujur badan kita saking hebatnya….

Tapi benarkah kita sudah memegang ikrar kita …?

Benarkah shalat kita hanya untuk Allah?

Kalau benar mengapa selagi kita shalat kita masih sempat memikirkan tugas dan kerjaan kita, kita masih sempat memikirkan belanja ke mal, masih sempat mengingat acara-acara TV, masih sempat merencanakan acara-acara yang akan kita lakukan …….. Sedangkan bacaan dan perbuatan shalat kita hanya sebatas ucapan orang mengigau yang tidak ada artinya sama sekali dan gerakan shalat kita hanya menjadi gerakan senam rutin lima kali sehari.

Bukankah shalat kita mirip sekali dengan gedebong pisang yang sedang ditebang…? Bagai jenazah tanpa nyawa… bagai mayat hidup yang tidak mempunyai ruh….

Sekali lagi hanya hati kita yang tahu …

Sudah cukupkah kebohongan kita..?



Ternyata belum… Kita berikrar bahwa ibadahku hanya untuk Allah.

Kalau ditanyakan kebenarannya kepada hati kita , mungkin kita akan malu untuk yang kesekian kalinya



Tetapi lebih baik malu sekarang selagi masih berada didunia dari pada malu nanti ketika video amal ibadah yang ternyata penuh dengan kepalsuan karena riya’ , diputar kembali di hadapan Allah SWT.



Atau mungkin kita enggak perlu merasa malu karena ibadah kita memang sudah benar hanya untuk Allah…



Kalau ibadah kita sudah benar hanya untuk Allah…, mengapa kalau kita shalat sendirian hanya makan waktu dua atau tiga menit sedangkan bila kita shalat didekat kyai, didekat calon mertua (bagi yang masih bujangan) atau didepan pejabat bisa memakan waktu sampai sepuluh atau lima belas menit.

Kenapa kita sering bersodaqoh dan berinfaq hanya bila diketahui oleh orang lain. Dan mengapa suara bacaan Alqur’an kita akan menjadi lebih merdu dan lebih indah bila kita membaca ditempat umum dari pada kita membacanya sendirian didalam kamar?

Kembali hanya hati kita yang bisa jujur menjawabnya…



Ikrar kita yang terakhir: hidup dan mati kita hanya untuk Allah

Suatu ikrar yang sangat dahsyat…

Yang membuat malu diri kita ketika menyadari bahwa sebenarnya kita kita hidup dan mati hanya untuk diri kita sendiri, lebih tepatnya mungkin untuk hawa nafsu kita sendiri.

Bagaimana tidak ?

Kalau memang hidup dan mati kita untuk Allah mengapa kita sering mencari nafkah dengan cara yang tidak diridhoi Allah (haram), kita masih mau menipu orang hanya untuk mendapatkan laba sedikit lebih banyak. Masih mau menyuap hanya untuk menjadi karyawan perusahaan atau pegawai negeri. Masih mau menyuap hanya untuk naik jabatan atau memuluskan usaha kita. Masih mau menjatuhkan saingan kita dengan cara-cara yang kotor. Masih mau menyuap agar anak kita bisa masuk sekolah atau universitas terentu…..



Selain menyuap, kita juga dengan senang hati mau menerima sedikit uang suap untuk memuluskan usaha seseorang, bahkan menjadi kebanggaan tersendiri kalau bisa menikmati hidup dengan hasil suap dan korupsi. Apakah ini yang dinamakan hidup hanya untuk Allah?

Sudah lupakah kita akan ajaran para ustadz dan kyai?

Kita tidak lupa akan ajaran mereka tetapi kita hanya sering mengesampingkan ajaran mereka demi untuk meraih tujuan kita. Ajaran agama yang seharusnya menjadi rel kehidupan kita, terkadang hanya penghias omongan dan tidak jarang hanya menjadi bahan perdebatan untuk menunjukkan betapa tinggi ilmu agama kita. Ilmu agama yang dijadikan sebagai kebanggaan bukan sebagai tuntunan.



Lho lho lho…..lohh koq jadi serius begini sih..?



Ehh.. iya yaa… hehehe… jadi kebablasan..

Maaf yaa… tapi dikit lagi yaa…



Saya yakin bahwa sebenarnya hati kita , hati sanubari yang paling dalam tidak menginginkan kita berbohong kepada Allah hanya kekhilafan kitalah menyebabkannya. Untuk mengurangi kebohongan-kebohongan, ada baiknya kalau kita selalu menyertakan hati kita dalam segala perbuatan kita terutama dalam shalat.

Jangan lupa pula untuk sering-sering berkonsultasi dan bertanya pada hati kita tentang amal perbuatan yang sudah, sedang dan akan kita lakukan.



Mohon maaf atas segala salah dan khilaf



Bukan bermaksud menggurui, hanya sebagai bahan instropeksi kita semua ^_^



Wallahu A’lam bishshowab..